sosialisasi kopma

sosialisasi kopma
sosialisasi kopma kepada peserta opak

Laman

Selasa, 11 Oktober 2011

KOPERASI MAHASIWA

Koperasi sebagai sokoguru perekonomian Indonesia dalam perjalanan memasuki usia 55 tahun sejak eksis mulai 12 Juli 1947 - 12 Juli 2002, ternyata belum seperti diharapkan. Karena itu, para mahasiswa melalui Koperasi Mahasiswa (Kopma) memiliki peran mendasar dalam pengembangan perkoperasian di Indonesia.

Negeri dengan memiliki kekayaan alam dan sumber daya manusia berlimpah serta luas wilayah darat, perairan sungai maupun lautan sangat cocok bagi pengembangan dunia usaha perkoperasian. Barangkali alasan itu yang menjadi dasar pemikiran bijak seorang Dr Mohammad Hatta dan kawan-kawan merintis dunia koperasi di Indonesia. Pada 12 Juli 1947, tepatnya di kota Tasikmalaya, Jawa Barat, rumusan koperasi disepakati untuk ditumbuhkembangkan sebagai sokoguru perekonomian bangsa, perekonomian rakyat.
Tak lama setelah 'diresmikan', koperasi dengan beragam jenis usahanya tumbuh bak cendewan di musim hujan. Di semua penjuru dan pelosok, koperasi tumbuh sehat di tengah kehidupan perekonomian masyarakat sehingga diyakini jika 99 persen pelaku ekonomi di Indonesia adalah koperasi.
Dalam perjalanan selanjutnya usaha koperasi mengalami pasang surut sesuai seleksi alam dengan lika-liku kendalanya. Di tengah hiruk pikuk kemajuan informasi dan teknologi serta 'ganasnya' pasar dunia, tak terasa usia dunia koperasi Indonesia pada 12 Juli 2002 ini mencapai setengah abad lebih.
Beban dan tantangan berat yang dihadapi koperasi Indonesia ke depan menjadi tanggung jawab semua pihak, termasuk mahasiswa. "Kami, mahasiswa memiliki tanggung jawab sama besar dengan semua komponen anak bangsa ini guna menjaga kesehatan dunia koperasi Indonesia," kata Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Koperasi Mahasiswa Indonesia (FKKMI) Agung Prakoso, di Universitas Brawijaya Malang, belum lama ini.

Munas dan seminar
Merasa memiliki tanggung jawab besar, mahasiswa selaku masyarakat intelektual secara bersama-sama melalui wadah FKKMI mencari masukan sebagai solusi peningkatan 'greget' dari kegiatan koperasi mahasiswa di kampus dan di luar kampus bersama masyarakat. Salah satu caranya dengan menyelenggarakan musyawarah nasional (Munas) dan seminar menampilkan berbagai pakar.
Dalam Munas VII dan seminar beberapa waktu lalu itu tampil sebagai pembicara pada acara berlangsung 3-6 April 2002, di Malang tersebut, antara lain Prof Dr Sri Edi Swasono, Prof Dr Haryono Suyono, Dr Muslimin Nasution dan lainnya.
Pada seminar tersebut Mantan Menteri Pertanian era Presiden BJ Habibie, misalnya, mengungkapkan bila dalam tiga dekade terakhir usaha kecil dan koperasi lebih dipandang sebagai pelaku ekonomi pinggiran yang eksistensinya kurang diperhatikan dan tidak mendapat prioritas dalam kebijaksanaan ekonomi mikro, padahal keduanya merupakan pelaku ekonomi unggulan, terlebih dalam proses penyembuhan ekonomi nasional.
"Karena itu dalam era reformasi, usaha kecil dan koperasi Indonesia diharapkan mampu memantapkan landasan yang kokoh kuat untuk berkembang dan memegang peran strategis dalam rangkan penyembuhan perekonomian nasional, khususnya melalui pemberdayaan ekonomi rakyat," papar Muslimin Nasution dari Institut Pertanian Bogor.
Pendapat mantan Menteri Pertanian di Kabinet Reformasi Pembangunan tersebut dikuatkan pula oleh mantan menko Kesra dan Taskin Prof Dr Haryono Suyono yang diundang sebagai penyaji dengan 'label' selaku Wakil Ketua I Yayasan Dana Sejahtera Mandiri (Damandiri).
Ia memberi penegasan, dengan memanfaatkan keilmuan yang dikuasai mahasiswa bersama dengan masyarakat dapat membangun usaha koperasi dengan lebih kuat dan maju. "Mahasiswa perguruan tinggi dengan citivitas akademikanya tidak saja harus menjadi sarjana-sarjana yang kuat dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga secara langsung siap mengabdikannya kepada masyarakat luas untuk kesejahteraan umat manusia," ucap Haryono Suyono.
Karena itu, mahasiswa melalui koperasinya harus membuka diri guna menjalin kemitraan dengan pihak lain agar tujuan peningkatan kesejahteraanya bisa lebih meningkat sesuai sasaran. Atau dengan perkataan lain seperti disinggung Muslimin Nasution, peran perguruan tinggi dalam memajukan koperasi sangat menentukan. "Kerja sama antara perguruan tinggi, koperasi, pemerintah merupakan kunci keberhasilan dalam membangun koperasi sekaligus memberdayakan ekonomi rakyat," tandas Dewan Wali IPB.
Peran kopma menurut kedua mantan menteri itu, antara lain menjadi moral force (gerakan moral) yang menampung aspirasi masyarakat, sekaligus sebagai lembaga advokasi dari gerakan koperasi untuk menentukan kebijaksanaan pemerintah yang secara kaffah berpihak kepada ekonomi rakyat.
Kopma lewat potensi dirinya juga memiliki kemampuan mengisi segi kelemahan koperasi dari sumber daya manusia dan iptek. Sehingga, mampu meningkatkan peran sertanya dalam efisiensi dan produktivitas koperasi dalam pembangunan ekonomi nasional. "Selain itu, kopma bersama masyarakat kampus dan masyarakat lainnya dapat semakin menemukan jati dirinya sebagai pelaku koperasi andal yang bermutu, menyejahterakan dan mandiri," tegas Wakil Ketua I Yayasan Damandiri.
Koperasi mahasiswa, ditambahkan Haryono Suyono juga harus mampu mengembangkan daya tarik bagi penguasa, pelaku bisnis dan pengusaha dari daerah lain dengan cara menjemput bola dan memperhatikan eksekutifnya. Salah satu caranya yakni lewat pendekatan dengan mengajak pimpinan untuk melakukan kegiatan dan bisnis di lingkungan kampus dengan sekaligus mengaitkannya dengan bisnis masyarakat sekitar yang ada di sekitar kampus.
Penegasan ini disambut dengan optimisme dan gairah baru peserta Munas VIII yang terdiri dari mahasiswa PT se Indonesia, seperti diwakili Sekjen FKKMI Agung Prakoso, Sarwono Sarmoadi dari Kopma Unsud Purwokerto, Rexy Mandagi dari Kopma Untag Surabaya, Giyar wakil Kopma Brawijaya Malang, serta Syaiful Arifin dari Kopma Walisongo Semarang. Mereka sepakat untuk bekerja keras mengembalikan kegairahan kehidupan koperasi khususnya di kampus dan masyarakat pada umumnya. HAR

BOX:

BERKOPERASI SEJAHTERAKAN
MASYARAKAT KAMPUS

Mahasiswa bukan hanya memiliki tugas belajar di kampus tapi juga belajar membangun kemandirian bersama komunitas dan masyarakat di sekitar lingkup hidupnya. Misalnya, seperti dilakukan Sarwono Sarmoadi bersama teman-teman mahasiswa Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto, Jawa Tengah, membina lima puluh tukang becak sekaligus memberi anak-anaknya beasiswa. Selain itu ia juga membina lima pengusaha kecil di Puwokerto. "Mereka perlu instruktur untuk melatih sekaligus menambah kemampuan ketrampilannya," ujar Sarwono.
Begitu juga dengan Rexy Mandagi, anak pembina Keluarga Berencana (KB) asal Menado yang kuliah di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya, aktif berkoperasi guna membangun kesejahteraan masyarakat kampus dan juga tetangga sekitar kampus. Namun ia menilai bila pemerintah daerah dituntut untuk lebih memberi perhatian besar pada usaha koperasi.
Sementara Syaiful Arifin bersama kawan-kawan aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Kopma Walisongo Semarang menjalin kemitraan dengan petani tadah hujan yang banyak terdapat di daerah Semarang dan sekitarnya. Lewat kerja keras dan pendampingan petani tadah hujan yang selama ini hanya menggantungkan nasib pada hasil panen, sekarang sudah mampu menemukan solusi dengan melakukan aktivitas lain tanpa meninggalkan lahan pertaniannya. "Sehingga, tanggapan masyarakat tentang koperasi mahasiswa sangat baik," ucap Syaiful Arifin.
Kiprah mahasiswa lain pun tidak kalah menarik dan memiliki nilai tambah baik bagi mahasiswa itu sendiri juga masyarakat. Memang sangat bijak jika selain belajar tapi juga berjuang untuk membantu masyarakat. Selamat bekerja! HAR

0 komentar:

Posting Komentar